Jumat, 20 Mei 2011

Software Internet Tips

FILM DETECTIVE CONAN MOVIE

Detektif Conan ( Meitantei Konan ) adalah sebuah serial manga detektif yang ditulis dan diilustrasi oleh Aoyama Gosho dan diserialkan dalam majalah Mingguan Shōnen Sunday sejak tahun 1994. Serial ini menceritakan tentang Shinichi Kudo, seorang detektif SMA, yang tubuhnya mengecil akibat sebuah racun.
Film- film tersebut telah dirilis pada bulan April sejak tahun 1997. Setiap film layar lebar memiliki jalur plot tesendiri, dan bukan merupakan adaptasi dari cerita manganya.
Tokoh

1. Shinichi Kudo adalah protagonis utama dari serial anime dan manga Detektif Conan atau Detective Conan Shinichi Kudo adalah seorang detektif SMU terkenal yang sering membantu polisi menyelesaikan kasus sulit.

2. Conan Edogawa berasal dari nama Arthur Conan Doyle dan Edogawa Rampo. Shinichi menggunakan nama samaran Conan Edogawa untuk identitas barunya. Dia kemudian tinggal bersama temannya Ran Mouri dan membantu ayahnya Kogoro Mouri, seorang detektif swasta, untuk menyelesaikan kasus, dengan harapan dapat menemukan kasus yang melibatkan Organisasi Hitam.

3. Ran Mouri adalah teman Shinichi Kudo sejak kecil, atau mungkin bisa juga disebut pacar. . Ran adalah anak dari seorang detektif yang selalu membuat analisis asal-asalan, Kogoro Mouri, dan seorang pengacara handal, Eri Kisaki. Ran memiliki sahabat, Sonoko Suzuki yang merupakan anak dari direktur perusahaan Suzuki. Ran sangat ahli dalam karate.

4. Kogoro Mouri adalah ayah dari Ran Mouri, seorang detektif swasta yang sangat terkenal karena sering memecahkan kasus, biarpun sebenarnya Shinichi (Conan)-lah yang memecahkan kasus untuknya.
Downlaod FILM DETECTIVE CONAN MOVIE
Subtitle Indonesia ( menyusul )
# 1 Tokoh Utama
* 1.1 Shinichi Kudo

* 1.2 Ran Mouri

* 1.3 Kogoro Mouri
# 2 Tokoh Pendukung
* 2.1 Eisuke Hondo

* 2.2 Eri Kisaki

* 2.3 Heiji Hattori

* 2.4 Kazuha Toyama

* 2.5 Kid si Pencuri

* 2.6 Sonoko Suzuki

* 2.7 Yusaku Kudo

* 2.8 Yukiko Kudo
# 3 Tokoh Lainnya
* 3.1 Subaru Okiya

* 3.2 Tomoaki Araide

* 3.3 Yoko Okino

* 3.4 Reiko Kujo

* 3.5 Jirokichi Suzuki
# 4 Grup Detektif Cilik
* 4.1 Ai Haibara

* 4.2 Ayumi Yoshida

* 4.3 Conan Edogawa

* 4.4 Genta Kojima

* 4.5 Hiroshi Agasa

* 4.6 Mitsuhiko Tsuburaya

* 4.7 Sumiko Kobayashi
# 5 Organisasi Hitam
* 5.1 Anggota aktif

o 5.1.1 Big Boss

o 5.1.2 Gin

o 5.1.3 Vodka

o 5.1.4 Vermouth

o 5.1.5 Chianti

o 5.1.6 Korn

o 5.1.7 Bourbon

o 5.1.8 Kichiro Numabuchi

* 5.2 Anggota yang telah meninggal

o 5.2.1 Calvados

o 5.2.2 Akemi Miyano

o 5.2.3 Atsushi Miyano

o 5.2.4 Elena Miyano

o 5.2.5 Kusuda Rikumichi

o 5.2.6 Pisco

o 5.2.7 Tequila

* 5.3 Mantan anggota

o 5.3.1 Sherry

o 5.3.2 Rye
# 6 Kepolisian Jepang
* 6.1 Juzo Megure

* 6.2 Isshin Chiba

* 6.3 Matsumoto Kiyonaga

* 6.4 Heizo Hattori

* 6.5 Misao Yamamura

* 6.6 Shiratori Ninzaburo

* 6.7 Miwako Sato

* 6.8 Takagi Wataru

* 6.9 Yamato Kansuke

* 6.10 Yui Uehara
Bagi Pengunjung Baru klik di sini Cara Menggabungkan File Ekstensi .001 dan .002



Share



( klik " Like " Dan " Share " jika kamu suka Film ini )

Pencarian Populer:


Artikel FILM DETECTIVE CONAN MOVIE ini dipersembahkan oleh Downloadfilem.com.

Kamis, 05 Mei 2011

ice breaker training

alhamdulillah pada tanggal 01 mei 2011, BEM Fa tarbiyah Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA) telah mengadakan pelatihan ice breaker yang yang di isi oleh bpk. Kusumo Suryo Harjono (Q-Sukses Manajemen Indonesia) dengan judul "Menciptakan Suasana Belajar Yang Segar dan Menyenangkan".
 perlu diketahui bahwa Ice Breaker merupakan salah satu alat yang digunakan dalam memecahkan suatu keadaan yang membosankan atau suatu keadaan dimana pada saat itu dibutuhkan suatu kegiatan untuk mencairkan suasana. oleh karena itu bagi para pendidik, trainer, ataupun semua masyarakat yang berhubungan dengan pendidikan. Training Ice Breaker ini meliputi:
1. Games
di dalam training ini terdapat beberapa macam games yang isinya bukan permainan belaka, tapi disitu juga mengandung pelajaran, menambah kretifitas dan juga menyenangkan. diantara contoh gamesnya yaitu

Selasa, 22 Maret 2011

CARA MENAMBAH MEMORI RAM DENGAN FLASHDISK

eBoostr PRO 4.0.0 Build 551 Beta - Full Version.rar - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/file/j530usPH/eBoostr_PRO_400_Build_551_Beta.html" target="_blank">eBoostr PRO 4.0.0 Build 551 Beta - Full Version.rar</a>
Mumpung ada waktu luang kali ini saya akan mengupdate blog ini dengan tips cara menambah memory komputer dgn flash disk (how to add computer memory with a flash disk).

Sudah banyak yang tahu kalo semakin hari program-program komputer yang kita pakai semakin banyak memakan atau memerlukan memory yang banyak. Terutama program program aplikasi yang baru pasti memerlukan banyak sekali memory. Bagi yang mempunyai cukup uang mungkin tidak menjadi masalah untuk menambah ataupun mengupgrate memory komputer atau laptopnya. Tetapi bagi yang mempunya uang pas-pasan mungkin tips berikut ini bisa kita manfaatkan untuk menambah memory komputer anda.
Buat anda yang pengen nambah RAM komputer tapi tidak pengen susah karena harus beli RAM baru, lebih baik gunakan Flashdisk yang ada di rumah. dan berikut ini cara biar anda bisa gunakan Flashdisk buat menambah memori komputer atau laptop anda.

Minggu, 13 Maret 2011

religious freedom in indonesia

The Indonesian Constitution provides "all persons the right to worship according to their own religion or belief" and states that "the nation is based upon belief in one supreme God." The Government generally respects these provisions; however, some restrictions exist on certain types of religious activity and on unrecognized religions.
The Ministry of Religious Affairs extends official status to six faiths: Islam, Catholicism, Protestantism, Buddhism, Hinduism, and Confucianism. Religious organizations other than the six recognized faiths can register with the Government, but only with the Ministry for Culture and Tourism and only as social organizations. This restricts certain religious activities. Unregistered religious groups cannot rent venues to hold services and must find alternative means to practice their faiths.
Muslim girls pose at the Istiqlal Mosque of Jakarta.
Although it has an overwhelming Muslim majority, the country is not an Islamic state. Over the past 50 years, many Islamic groups sporadically have sought to establish an Islamic state, but the country's mainstream Muslim community, including influential social organizations such as Muhammadiyah and NU, reject the idea. Proponents of an Islamic state argued unsuccessfully in 1945 and throughout the parliamentary democracy period of the 1950s for the inclusion of language (the "Jakarta Charter") in the Constitution's preamble making it obligatory for Muslims to follow Shari'a. During the Suharto regime, the Government prohibited all advocacy of an Islamic state. With the loosening of restrictions on freedom of speech and religion that followed the fall of Suharto in 1998, proponents of the "Jakarta Charter" resumed advocacy efforts. This proved the case prior to the 2002 Annual Session of the People's Consultative Assembly (MPR), a body that has the power to change the Constitution. The nationalist political parties, regional representatives elected by provincial legislatures, and appointed police, military, and functional representatives, who together held a majority of seats in the MPR, rejected proposals to amend the Constitution to include Shari'a, and the measure never came to a formal vote. The MPR approved changes to the Constitution that mandated that the Government increase "faith and piety" in education. This decision, seen as a compromise to satisfy Islamist parties, set the scene for a controversial education bill signed into law in July 2003.[citation needed]
Shari'a generated debate and concern during 2004, and many of the issues raised touched on religious freedom. Aceh remained the only part of the country where the central Government specifically authorized Shari'a. Law 18/2001 granted Aceh special autonomy and included authority for Aceh to establish a system of Shari'a as an adjunct to, not a replacement for, national civil and criminal law. Before it could take effect, the law required the provincial legislature to approve local regulations ("qanun") incorporating Shari'a precepts into the legal code. Law 18/2001 states that the Shari'a courts would be "free from outside influence by any side." Article 25(3) states that the authority of the court will only apply to Muslims. Article 26(2) names the national Supreme Court as the court of appeal for Aceh's Shari'a courts.[citation needed]
Aceh is the only province that has Shari'a courts. Religious leaders responsible for drafting and implementing the Shari'a regulations stated that they had no plans to apply criminal sanctions for violations of Shari'a. Islamic law in Aceh, they said, would not provide for strict enforcement of fiqh or hudud, but rather would codify traditional Acehnese Islamic practice and values such as discipline, honesty, and proper behavior. They claimed enforcement would not depend on the police but rather on public education and societal consensus.
Because Muslims make up the overwhelming majority of Aceh's population, the public largely accepted Shari'a, which in most cases merely regularized common social practices. For example, a majority of women in Aceh already covered their heads in public. Provincial and district governments established Shari'a bureaus to handle public education about the new system, and local Islamic leaders, especially in North Aceh and Pidie, called for greater government promotion of Shari'a as a way to address mounting social ills. The imposition of martial law in Aceh in May 2003 had little impact on the implementation of Shari'a. The Martial Law Administration actively promoted Shari'a as a positive step toward social reconstruction and reconciliation. Some human rights and women's rights activists complained that implementation of Shari'a focused on superficial issues, such as proper Islamic dress, while ignoring deep-seated moral and social problems, such as corruption.
There were no reports of forced religious conversion, including of minor U.S. citizens who had been abducted or illegally removed from the United States, or of the refusal to allow such citizens to be returned to the United States. This coincided with a continuing de-escalation of violence in the country's main areas of interreligious conflict: the eastern provinces of Maluku, North Maluku, and Central Sulawesi.
Some Muslim, Christian, Hindu, and Buddhist holy days are national holidays. Muslim holy days celebrated include the Isra and Mi'raj, Idul Fitr, Idul Adha, the Islamic New Year, and the Prophet's Birthday. National Christian holy days are Christmas Day, Good Friday, Pentecost, Easter and the Ascension of Christ. Three other national holidays are the Hindu holiday Nyepi, the Buddhist holiday Waisak, and Chinese New Year, celebrated by Confucians and other Chinese. On Bali all Hindu holy days are regional holidays, and public servants and others did not work on Saraswati Day, Galungan, and Kuningan.
The Government has a monopoly on organizing the hajj pilgrimage to Mecca, and in February, following the latest hajj, the Department of Religious Affairs drew sharp criticism for mismanaging the registration of approximately 30,000 prospective pilgrims after they had paid the required fees[citation needed]. The Government unilaterally expanded the country's quota of 205,000 pilgrims, claiming it had informal approval from the Saudi Government, an assertion that proved incorrect. Members of the House of Representatives have sponsored a bill to set up an independent institution, thus ending the department's monopoly.

spread islamic in indonesia

There is evidence of Arab Muslim traders entering Indonesia as early as the 8th century.[4] Indonesia's early people were animists, Hindus and Buddhists.[5] However it was not until the end of the 13th century that the process of "Islamization" began to spread throughout the areas local communities and port towns.[4]
The spread, although at first introduced through Arab Muslim traders, continued to saturate through the Indonesian people as local rulers and royalty began to adopt the religion, subsequently their subjects would mirror their conversion. The "Islamization" process continued as Muslim traders married the local women, with some of the wealthier traders marrying into the families of the ruling elite.[6]
The spread of Islam was, therefore, driven by increasing trade links outside of the archipelago; in general, traders and the royalty of major kingdoms were the first to adopt the new religion. Dominant kingdoms included Mataram in Central Java, and the sultanates of Ternate and Tidore in the Maluku Islands to the east. By the end of the thirteenth century, Islam had been established in North Sumatra; by the fourteenth in northeast Malaya, Brunei, the southwestern Philippines and among some courtiers of East Java; and the fifteenth in Malacca and other areas of the Malay Peninsula. Through assimilation Islam had supplanted Hinduism and Buddhism as the dominant religion of Java and Sumatra by the end of the 16th century. At this time, only Bali retained a Hindu majority and the outer islands remained largely animist but would adopt Islam and Christianity in the 17th and 18th centuries.
During this process "cultural influences from the Hindu-Buddhist era were mostly tolerated or incorporated into Islamic rituals".[4]
Despite being one of the most significant developments in Indonesian history, historical evidence is fragmentary and generally uninformative such that understandings of the coming of Islam to Indonesia are limited; there is considerable debate amongst scholars about what conclusions can be drawn about the conversion of Indonesian peoples.[7] The primary evidence, at least of the earlier stages of the process, are gravestones and a few travellers' accounts, but these can only show that indigenous Muslims were in a certain place at a certain time. This evidence cannot explain more complicated matters such as how lifestyles were affected by the new religion or how deeply it affected societies. It cannot be assumed, for example, that because a ruler was known to be a Muslim, that that the process of Islamisation of that area was complete; rather the process was, and remains to this day, a continuous process in Indonesia. Although it is known that the spread of Islam began in the west of the archipelago, the fragmentary evidence does not suggest a rolling wave of conversion through adjacent areas; rather, it suggests the process was complex and slow.
In the late fifteenth century, the powerful Majapahit Empire in Java was at its decline. After it had been defeated in several battles, the last Hindu kingdom in Java fell under the rising power of the Islamized Sultanate of Demak in 1520. Islam in Java then began to spread formally, largely influenced by the Wali Songo (or the Nine Saints).[note]

organization islamic of indonesia

The leading national "modernist" social organization, Muhammadiyah, has branches throughout the country and approximately 30 million followers. Founded in 1912, Muhammadiyah runs mosques, prayer houses, clinics, orphanages, poorhouses, schools, public libraries, and universities. On February 9, Muhammadiyah's central board and provincial chiefs agreed to endorse the presidential campaign of a former Muhammadiyah chairman. This marked the organization's first formal foray into partisan politics and generated controversy among members.
Nahdlatul Ulama (NU), the largest "traditionalist" social organization, focuses on many of the same activities as Muhammadiyah and indirectly operates a majority of the country's Islamic boarding schools. Claiming approximately 40 million followers, NU is the country's largest organization and perhaps the world's largest Islamic group. Founded in 1926, NU has a nationwide presence but remains strongest in rural Java. The Islam of many NU followers has heavy infusions of Javanese culture, and followers tend to reject a literal or dogmatic interpretation of Islamic doctrine. Many NU followers give great deference to the views, interpretations, and instructions of senior NU religious figures, alternately called "Kyais" or "Ulama." The organization has long advocated religious moderation and communal harmony.
Muhammadiyah head office in Jakarta. It is the second largest Muslim organization in Indonesia.
A number of smaller Islamic organizations cover a broad range of Islamic doctrinal orientations. At one end of the ideological spectrum lies the controversial Islam Liberal Network (JIL), which aims to promote a pluralistic and more liberal interpretation of Islamic thinking.
Equally controversial are groups at the other end of this spectrum such as Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), which advocates a pan-Islamic caliphate, the Indonesian Mujahedeen Council (MMI), which advocates implementation of Shari'a as a precursor to an Islamic state, and the sometimes violent Front Pembela Islam (FPI). Countless other small organizations fall between these poles. Another small organization, the Indonesian Islamic Propagation Institute(LDII) continues to grow.[12]
Separate from the country's dominant Sunni Islam population, a small minority of persons subscribe to the Ahmadiyya interpretation of Islam. However, this group maintains 242 branches throughout the country. In 1980 the Indonesian Council of Ulamas (MUI) issued a "fatwa" (a legal opinion or decree issued by an Islamic religious leader) declaring that the Ahmadis are not a legitimate form of Islam.


ahmadiyah in indonesia

The persecution of Ahmadiyya, a sect that has been branded as heretical by mainstream Muslims, has increased in Indonesia over the past years.[14] In the past, Islamic radicals have damaged mosques and other facilities belonging to Ahmadis in Indonesia. More recently, rallies have been held demanding that the sect be banned and some religious clerics have demanded Ahmadis to be killed.[15] However, most Indonesians are moderates who tolerate other beliefs.

islam in indonesia

Islam is the dominant religion in Indonesia, which also has a larger Muslim population than any other country in the world, with approximately 202.9 million identified as Muslim (88.2% of the total population) as of 2009.[1]
Majority adhere to the Sunni Muslim tradition mainly of the Shafi`i madhab, although some follow other branches of non-Sunni Islam, predominanently Shia and Ahmadiyya. Shia number around 1 million.[2] Whereas Ahmadiyya number around 0.5 million.[3] In general, the Muslim community can be categorized in terms of two orientations: "modernists," who closely adhere to orthodox theology while embracing modern learning; and "traditionalists," who tend to follow the interpretations of local religious leaders (predominantly in Java) and religious teachers at Islamic boarding schools (pesantren).

Sabtu, 12 Maret 2011

IMAM SYAFI'I

Pemilik Manhaj Fiqih Yang Memadukan Antara Dua Madzhab Pendahulunya
Nama Dan Nasabnya
Beliau adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin Murrah bin al-Muththalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu`ay bin Ghalib Abu ‘Abdillah al-Qurasyi asy-Syafi’i al-Makki, keluarga dekat Rasulullah SAW dan putera pamannya.
Al-Muththalib adalah saudara Hasyim yang merupakan ayah dari ‘Abdul Muththalib, kakek Rasulullah SAW. Jadi, Imam asy-Syafi’i berkumpul (bertemu nasabnya) dengan Rasulullah pada ‘Abdi Manaf bin Qushay, kakek Rasulullah yang ketiga.
Sebutan “asy-Syafi’i” dinisbatkan kepada kakeknya yang bernama Syafi’ bin as-Saib, seorang shahabat junior yang sempat bertemu dengan Raasulullah SAW ketika masih muda.
Sedangkan as-Saib adalah seorang yang mirip dengan Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan bahwa ketika suatu hari Nabi SAW berada di sebuah tempat yang bernama Fushthath, datanglah as-Saib bin ‘’Ubaid beserta puteranya, yaitu Syafi’ bin as-Saib, maka Rasulullah SAW memandangnya dan berkata, “Adalah suatu kebahagiaan bila seseorang mirip dengan ayahnya.”
Sementara ibunya berasal dari suku Azd, Yaman.
Gelarnya
Ia digelari sebagai Naashir al-Hadits (pembela hadits) atau Nasshir as-Sunnah, gelar ini diberikan karena pembelaannya terhadap hadits Rasulullah SAW dan komitmennya untuk mengikuti as- Sunnah.
Kelahiran Dan Pertumbuhannya
Para sejarawan sepakat, ia lahir pada tahun 150 H, yang merupakan -menurut pendapat yang kuat- tahun wafatnya Imam Abu Hanifah RAH tetapi mengenai tanggalnya, para ulama tidak ada yang memastikannya.
Tempat Kelahirannya
Ada banyak riwayat tentang tempat kelahiran Imam asy-Syafi’i. Yang paling populer adalah bahwa beliau dilahirkan di kota Ghazzah (Ghaza). Pendapat lain mengatakan, di kota ‘Asqalan bahkan ada yang mengatakan di Yaman.
Imam al-Baihaqi mengkonfirmasikan semua riwayat-riwayat tersebut dengan mengatakan bahwa yang shahih beliau dilahirkan di Ghaza bukan di Yaman. Sedangkan penyebutan ‘Yaman’ barangkali maksudnya adalah tempat yang dihuni oleh sebagian keturunan Yaman di kota Ghaza. Beliau kemudian lebih mendetail lagi dengan mengatakan, “Seluruh riwayat menunjukkan bahwa Imam asy-Syafi’i dilahirkan di kota Ghaza, lalu dibawa ke ‘Asqalan, lalu dibawa ke Mekkah.”
Ibn Hajar mengkonfirmasikan secara lebih spesifik lagi dengan mengatakan tidak ada pertentangan antar riwayat-riwayat tersebut (yang mengatakan Ghaza atau ‘Asqalan), karena ketika asy-Syafi’i mengatakan ia lahir di ‘Asqalan, maka maksudnya adalah kotanya sedangkan Ghaza adalah kampungnya. Ketika memasuki usia 2 tahun, ibunya membawanya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang terdiri dari orang-orang Yaman, karena ibunya berasal dari suku Azd. Ketika berumur 10 tahun, ia dibawa ibunya ke Mekkah karena ibunya khawatir nasabnya yang mulia itu lenyap dan terlupakan.
Pertumbuhan Dan Kegiatannya Dalam Mencari Ilmu
Imam asy-Syafi’i tumbuh di kota Ghaza sebagai seorang yatim, di samping itu juga hidup dalam kesulitan dan kefakiran serta terasing dari keluarga. Kondisi ini tidak menyurutkan tekadnya untuk hidup lebih baik. Rupanya atas taufiq Allah, ibunya membawanyanya ke tanah Hijaz, Mekkah. Maka dari situ, mulailah imam asy-Syafi’i kecil menghafal al-Qur’an dan berhasil menamatkannya dalam usia 7 tahun.
Menurut pengakuan asy-Syafi’i, bahwa ketika masa belajar dan mencari guru untuknya, ibunya tidak mampu membayar gaji gurunya, namun gurunya rela dan senang karena dia bisa menggantikannya pula. Lalu ia banyak menghadiri pengajian dan bertemu dengan para ulama untuk mempelajari beberapa masalah agama. Ia menulis semua apa yang didengarnya ke tulang-tulang yang bila sudah penuh dan banyak, maka ia masukkan ke dalam karung.
Ia juga bercerita bahwa ketika tiba di Mekkah dan saat itu masih berusia sekitar 10 tahun, salah seorang sanak saudaranya menasehati agar ia bersungguh-sungguh untuk hal yang bermanfa’at baginya. Lalu ia pun merasakan lezatnya menuntut ilmu dan karena kondisi ekonominya yang memprihatinkan, untuk menuntut ilmu ia harus pergi ke perpustakaan dan menggunakan bagian luar dari kulit yang dijumpainya untuk mencatat.
Hasilnya, dalam usia 7 tahun ia sudah hafal al-Qur’an 30 juz, pada usia 10 tahun (menurut riwayat lain, 13 tahun) ia hafal kitab al-Muwaththa` karya Imam Malik dan pada usia 15 tahun (menurut riwayat lain, 18 tahun) ia sudah dipercayakan untuk berfatwa oleh gurunya Muslim bin Khalid az-Zanji.
Semula beliau begitu gandrung dengan sya’ir dan bahasa di mana ia hafal sya’ir-sya’ir suku Hudzail. Bahkan, ia sempat berinteraksi dengan mereka selama 10 atau 20 tahun. Ia belajar ilmu bahasa dan balaghah. Dalam ilmu hadits, ia belajar dengan imam Malik dengan membaca langsung kitab al-Muwaththa` dari hafalannya sehingga membuat sang imam terkagum-kagum.
Di samping itu, ia juga belajar berbagai disiplin ilmu sehingga gurunya banyak.
Pengembaraannya Dalam Menuntut Ilmu
Imam asy-Syafi’i amat senang dengan syair dan ilmu bahasa, terlebih lagi ketika ia mengambilnya dari suku Hudzail yang dikenal sebagai suku Arab paling fasih. Banyak bait-bait syair yang dihafalnya dari orang-orang Hudzail selama interaksinya bersama mereka. Di samping syair, beliau juga menggemari sejarah dan peperangan bangsa Arab serta sastra.
Kapasitas keilmuannya dalam bahasa ‘Arab tidak dapat diragukan lagi, bahkan seorang imam bahasa ‘Arab, al-Ashmu’i mengakui kapasitasnya dan mentashhih sya’ir-sya’ir Hudzail kepadanya.
Di samping itu, imam asy-Syafi’i juga seorang yang bacaan al-Qur’annya amat merdu sehingga membuat orang yang mendengarnya menangis bahkan pingsan. Hal ini diceritakan oleh Ibn Nashr yang berkata, “Bila kami ingin menangis, masing-masing kami berkata kepada yang lainnya, ‘bangkitlah menuju pemuda al-Muththaliby yang sedang membaca al-Qur’an,” dan bila kami sudah mendatanginya sedang shalat di al-Haram seraya memulai bacaan al-Qur’an, orang-orang merintih dan menangis tersedu-sedu saking merdu suaranya. Bila melihat kondisi orang-orang seperti itu, ia berhenti membacanya.
Di Mekkah, setelah dinasehati agar memperdalam fiqih, ia berguru kepada Muslim bin Khalid az-Zanji, seorang mufti Mekkah. Setelah itu, ia dibawa ibunya ke Madinah untuk menimba ilmu dari Imam Malik. Di sana, beliau berguru dengan Imam Malik selama 16 tahun hingga sang guru ini wafat (tahun 179 H). Pada saat yang sama, ia belajar pada Ibrahim bin Sa’d al-Anshary, Muhammad bin Sa’id bin Fudaik dan ulama-ulama selain mereka.
Sepeninggal Imam Malik, asy-Syafi’i merantau ke wilayah Najran sebagai Wali (penguasa) di sana. Namun betapa pun keadilan yang ditampakkannya, ada saja sebagian orang yang iri dan menjelek-jelekkannya serta mengadukannya kepada khalifah Harun ar-Rasyid. Lalu ia pun dipanggil ke Dar al-Khilafah pada tahun 184 H. Akan tetapi beliau berhasil membela dirinya di hadapan khalifah dengan hujjah yang amat meyakinkan sehingga tampaklah bagi khalifah bahwa tuduhan yang diarahkan kepadanya tidak beralasan dan ia tidak bersalah, lalu khalifah menjatuhkan vonis ‘bebas’ atasnya.
Beliau kemudian merantau ke Baghdad dan di sana bertemu dengan Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibany, murid Imam Abu Hanifah. Beliau membaca kitab-kitabnya dan mengenal ilmu Ahli Ra`yi (kaum Rasional), kemudian kembali lagi ke Mekkah dan tinggal di sana selama kurang lebih 9 tahun untuk menyebarkan madzhabnya melalui halaqah-halaqah ilmu yang disesaki para penuntut ilmu di Haram, Mekkah, demikian juga melalui pertemuannya dengan para ulama saat berlangsung musim haji. Pada masa ini, Imam Ahmad belajar dengannya.
Kemudian beliau kembali lagi ke Baghdad tahun 195 H. Kebetulan di sana sudah ada majlisnya yang dihadiri oleh para ulama dan disesaki para penuntut ilmu yang datang dari berbagai penjuru. Beliau tinggal di sana selama 2 tahun yang dipergunakannya untuk mengarang kitab ar-Risalah. Dalam buku ini, beliau memaparkan madzhab lamanya (Qaul Qadim). Dalam masa ini, ada empat orang sahabat seniornya yang ‘nyantri’ dengannya, yaitu Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, az-Za’farany dan al-Karaabiisy.
Kemudian beliau kembali ke Mekkah dan tinggal di sana dalam waktu yang relatif singkat, setelah itu meninggalkannya menuju Baghdad lagi, tepatnya pada tahun 198 H. Di Baghdad, beliau juga tinggal sebentar untuk kemudian meninggalkannya menuju Mesir.
Beliau tiba di Mesir pada tahun 199 H dan rupanya kesohorannya sudah mendahuluinya tiba di sana. Dalam perjalanannya ini, beliau didampingi beberapa orang muridnya, di antaranya ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Murady dan ‘Abdullah bin az-Zubair al-Humaidy. Beliau singgah dulu di Fushthath sebagai tamu ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakam yang merupakan sahabat Imam Malik. Kemudian beliau mulai mengisi pengajiannya di Jami’ ‘Amr bin al-‘Ash. Ternyata, kebanyakan dari pengikut dua imam sebelumnya, yaitu pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik lebih condong kepadanya dan terkesima dengan kefasihan dan ilmunya.
Di Mesir, beliau tinggal selama 5 tahun di mana selama masa ini dipergunakannya untuk mengarang, mengajar, berdebat (Munazharah) dan meng-counter pendapat-pendapat lawan. Di negeri inilah, beliau meletakkan madzhab barunya (Qaul Jadid), yaitu berupa hukum-hukum dan fatwa-fatwa yang beliau gali dalilnya selama di Mesir, sebagiannya berbeda dengan pendapat fiqih yang telah diletakkannya di Iraq. Di Mesir pula, beliau mengarang buku-buku monumentalnya, yang diriwayatkan oleh para muridnya.
Kemunculan Sosok Dan Manhaj (Metode) Fiqihnya
Mengenai hal ini, Ahmad Tamam di dalam bukunya asy-Syaafi’iy: Malaamih Wa Aatsaar menyebutkan bagaimana kemunculan sosok asy-Syafi’i dan manhaj fiqihnya. Sebuah manhaj yang merupakan paduan antara fiqih Ahli Hijaz dan fiqih Ahli Iraq, manhaj yang dimatangkan oleh akal yang menyala, kemumpunian dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, kejelian dalam linguistik Arab dan sastra-sastranya, kepakaran dalam mengetahui kondisi manusia dan permasalahan-permasalahan mereka serta kekuatan pendapat dan qiyasnya.
Bila kembali ke abad 2 M, kita mendapati bahwa pada abad ini telah muncul dua ‘’perguruan’ (Madrasah) utama di dalam fiqih Islam; yaitu perguruan rasional (Madrasah Ahli Ra`yi) dan perguruan hadits (Madrasah Ahli Hadits). Perguruan pertama eksis di Iraq dan merupakan kepanjangan tangan dari fiqih ‘Abdullah bin Mas’ud yang dulu tinggal di sana. Lalu ilmunya dilanjutkan oleh para sahabatnya dan mereka kemudian menyebarkannya. Dalam hal ini, Ibn Mas’ud banyak terpengaruh oleh manhaj ‘Umar bin al-Khaththab di dalam berpegang kepada akal (pendapat) dan menggali illat-illat hukum manakala tidak terdapat nash baik dari Kitabullah mau pun dari Sunnah Rasulullah SAW. Di antara murid Ibn Mas’ud yang paling terkenal adalah ‘Alqamah bin Qais an-Nakha’iy, al-Aswad bin Yazid an-Nakha’iy, Masruq bin al-Ajda’ al-Hamadaany dan Syuraih al-Qadly. Mereka itulah para ahli fiqih terdepan pada abad I H. Setelah mereka, perguruan Ahli Ra`yi dipimpin oleh Ibrahim bin Yazid an-Nakha’iy, ahli fiqih Iraq tanpa tanding. Di tangannya muncul beberapa orang murid, di antaranya Hammad bin Sulaiman yang menggantikan pengajiannya sepeninggalnya. Hammad adalah seorang Imam Mujtahid dan memiliki pengajian yang begitu besar di Kufah. Pengajiannya ini didatangi banyak penuntut ilmu, di antaranya Abu Hanifah an-Nu’man yang pada masanya mengungguli semua rekan sepengajiannya dan kepadanya berakhir tampuk kepemimpinan fiqih. Ia lah yang menggantikan syaikhnya setelah wafatnya dan mengisi pengajian yang diselenggarakan perguruan Ahli Ra`yi. Pada masanya, banyak sekali para penuntut ilmu belajar fiqih dengannya, termasuk di antaranya murid-muridnya yang setia, yaitu Qadi Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan, Zufar, al-Hasan bin Ziyad dan ulama-ulama selain mereka. Di tangan-tangan mereka itulah akhirnya metode perguruan Ahli Ra`yi mengkristal, semakin eksis dan jelas manhajnya.
Sedangkan perguruan Ahli Hadits berkembang di semenanjung Hijaz dan merupakan kepanjangan tangan dari perguruan ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Aisyah dan para ahli fiqih dari kalangan shahabat lainnya yang berdiam di Mekkah dan Madinah. Penganut perguruan ini banyak melahirkan para imam seperti Sa’id bin al-Musayyab, ‘Urwah bin az-Zubair, al-Qasim bin Muhammad, Ibn Syihab az-Zuhry, al-Laits bin Sa’d dan Malik bin Anas. Perguruan ini unggul dalam hal keberpegangannya sebatas nash-nash Kitabullah dan as-Sunnah, bila tidak mendapatkannya, maka dengan atsar-atsar para shahabat. Di samping itu, timbulnya perkara-perkara baru yang relatif sedikit di Hijaz, tidak sampai memaksa mereka untuk melakukan penggalian hukum (istinbath) secara lebih luas, berbeda halnya dengan kondisi di Iraq.
Saat imam asy-Syafi’I muncul, antara kedua perguruan ini terjadi perdebatan yang sengit, maka ia kemudian mengambil sikap menengah (baca: moderat). Beliau berhasil melerai perdebatan fiqih yang terjadi antara kedua perguruan tersebut berkat kemampuannya di dalam menggabungkan antara kedua manhaj perguruan tersebut mengingat ia sempat berguru kepada tokoh utama dari keduanya; dari perguruan Ahli Hadits, ia berguru dengan pendirinya, Imam Malik dan dari perguruan Ahli Ra`yi, ia berguru dengan orang nomor dua yang tidak lain adalah sahabat dan murid Imam Abu Hanifah, yaitu Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibany.
Imam asy-Syafi’i menyusun Ushul (pokok-pokok utama) yang dijadikan acuan di dalam fiqihnya dan kaidah-kaidah yang dikomitmeninya di dalam ijtihadnya pada risalah ushul fiqih yang berjudul ar-Risalah. Ushul tersebut ia terapkan dalam fiqihnya. Ia merupakan Ushul amaliah bukan teoritis. Yang lebih jelas lagi dapat dibaca pada kitabnya al-Umm di mana beliau menyebutkan hukum berikut dalil-dalilnya, kemudian menjelaskan aspek pendalilan dengan dalil, kaidah-kaidah ijtihad dan pokok-pokok penggalian dalil yang dipakai di dalam menggalinya. Pertama, ia merujuk kepada al-Qur’an dan hal-hal yang nampak baginya dari itu kecuali bila ada dalil lain yang mengharuskan pengalihannya dari makna zhahirnya, kemudian setelah itu, ia merujuk kepada as-Sunnah bahkan sampai pada penerimaan khabar Ahad yang diriwayatkan oleh periwayat tunggal namun ia seorang yang Tsiqah (dapat dipercaya) pada diennya, dikenal sebagai orang yang jujur dan tersohor dengan kuat hafalan. Asy-Syafi’i menilai bahwa as-Sunnah dan al-Qur’an setaraf sehingga tidak mungkin melihat hanya pada al-Qur’an saja tanpa melihat lagi pada as-Sunnah yang menjelaskannya. Al-Qur’an membawa hukum-hukum yang bersifat umum dan kaidah Kulliyyah (bersifat menyeluruh) sedangkan as-Sunnah lah yang menafsirkan hal itu. as-Sunnah pula lah yang mengkhususkan makna umum pada al-Qur’an, mengikat makna Muthlaq-nya atau menjelaskan makna globalnya.
Untuk berhujjah dengan as-Sunnah, asy-Syafi’i hanya mensyaratkan bersambungnya sanad dan keshahihannya. Bila sudah seperti itu maka ia shahih menurutnya dan menjadi hujjahnya. Ia tidak mensyaratkan harus tidak bertentangan dengan amalan Ahli Madinah untuk menerima suatu hadits sebagaimana yang disyaratkan gurunya, Imam Malik, atau hadits tersebut harus masyhur dan periwayatnya tidak melakukan hal yang bertolak belakang dengannya.
Selama masa hidupnya, Imam asy-Syafi’i berada di garda terdepan dalam membela as-Sunnah, menegakkan dalil atas keshahihan berhujjah dengan hadits Ahad. Pembelaannya inilah yang merupakan faktor semakin melejitnya popularitas dan kedudukannya di sisi Ahli Hadits sehingga mereka menjulukinya sebagai Naashir as-Sunnah (Pembela as-Sunnah).
Barangkali faktor utama kenapa asy-Syafi’i lebih banyak berpegang kepada hadits ketimbang Imam Abu Hanifah bahkan menerima hadits Ahad bilamana syarat-syaratnya terpenuhi adalah karena ia hafal hadits dan amat memahami ‘illat-‘illat-nya di mana ia tidak menerima darinya kecuali yang memang valid menurutnya. Bisa jadi hadits-hadits yang menurutnya shahih, menurut Abu Hanifah dan para sahabatnya tidak demikian.
Setelah merujuk al-Qur’an dan as-Sunnah, asy-Syafi’i menjadikan ijma’ sebagai dalil berikutnya bila menurutnya tidak ada yang bertentangan dengannya, kemudian baru Qiyas tetapi dengan syarat terdapat asalnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Penggunaannya terhadap Qiyas tidak seluas yang dilakukan Imam Abu Hanifah.
Aqidahnya
Di sini dikatakan bahwa ia seorang Salafy di mana ‘aqidahnya sama dengan ‘aqidah para ulama Salaf; menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dan menafikan apa yang dinafikan Allah dan Rasul-Nya tanpa melakukan Tahrif (perubahan), Ta`wil (penafsiran yang menyimpang), Takyif (Pengadaptasian alias mempertanyakan; bagaimana), Tamtsil (Penyerupaan) dan Ta’thil (Pembatalan alias pendisfungsian asma dan sifat Allah).
Beliau, misalnya, mengimani bahwa Allah memiliki Asma` dan Sifat sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam kitab-Nya dan Rasulullah dalam haditsnya, bahwa siapa pun makhluk Allah yang sudah ditegakkan hujjah atasnya, al-Qur’an sudah turun mengenainya dan menurutnya hadits Rasulullah sudah shahih karena diriwayatkan oleh periwayat yang adil; maka tidak ada alasan baginya untuk menentangnya dan siapa yang menentang hal itu setelah hujjah sudah benar-benar valid atasnya, maka ia kafir kepada Allah. Beliau juga menyatakan bahwa bila sebelum validnya hujjah atas seseorang dari sisi hadits, maka ia dapat ditolerir karena kejahilannya sebab ilmu mengenai hal itu tidak bisa diraba hanya dengan akal, dirayah atau pun pemikiran.
Beliau juga mengimani bahwa Allah Ta’ala Maha Mendengar, memiliki dua tangan, berada di atas ‘arasy-Nya dan sebagainya.
Beliau juga menegaskan bahwa iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan dengan hati. (untuk lebih jelasnya, silahkan merujuk buku Manaaqib asy-Syafi’i karangan Imam al-Baihaqi; I’tiqaad al-A`immah al-Arba’ah karya Syaikh Dr.Muhammad ‘Abdurrahman al-Khumais [sudah diterjemahkan –kurang lebih judulnya-: ‘Aqidah Empat Imam Madzhab oleh KH.Musthafa Ya’qub])
Sya’ir-Sya’irnya
Imam asy-Syafi’i dikenal sebagai salah seorang dari empat imam madzhab tetapi tidak banyak yang tahu bahwa ia juga seorang penyair. Beliau seorang yang fasih lisannya, amat menyentuh kata-katanya, menjadi hujjah di dalam bahasa ‘Arab. Hal ini dapat dimengerti, karena sejak dini, beliau sudah tinggal dan berinteraksi dengan suku Hudzail yang merupakan suku arab paling fasih kala itu. Beliau mempelajari semua sya’ir-sya’ir mereka, karena itu ia dianggap sebagai salah satu rujukan bagi para ahli bahasa semasanya, di antaranya diakui sendiri oleh seorang tokoh sastra Arab semasanya, al-Ashmu’i sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Imam Ahmad berkata, “asy-Syafi’i adalah orang yang paling fasih.” Imam Malik terkagum-kagum dengan bacaannya karena demikian fasih. Karena itu, pantas bila Imam Ahmad pernah berkata, “Tidak seorang pun yang menyentuh tinta atau pun pena melainkan di pundaknya ada jasa asy-Syafi’i.” Ayyub bin Suwaid berkata, “Ambillah bahasa dari asy-Syafi’i.”
Hampir semua isi sya’ir yang dirangkai Imam asy-Syafi’i bertemakan perenungan. Sedangkan karakteristik khusus sya’irnya adalah sya’ir klasik. Alhasil, ia mirip dengan perumpamaan-perumpamaan atau hikmah-hikmah yang berlaku di tengah manusia.
Di antara contohnya,
- Sya’ir Zuhud
Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah jika engkau lalai
Pasti Dia membawa rizki tanpa engkau sadari
Bagaimana engkau takut miskin padahal Allah Sang Pemberi rizki
Dia telah memberi rizki burung dan ikan hiu di laut
Siapa yang mengira rizki hanya didapat dengan kekuatan
Semestinya burung pipit tidak dapat makan karena takut pada elang
Turun dari dunia (mati), tidak engkau tahu kapan
Bila sudah malam, apakah engkau akan hidup hingga fajar?
Berapa banyak orang yang segar-bugar mati tanpa sakit
Dan berapa banyak orang yang sakit hidup sekian tahunan?
- Sya’ir Akhaq
Kala mema’afkan, aku tidak iri pada siapa pun
Aku tenangkan jiwaku dari keinginan bermusuhan
Sesungguhnya aku ucapkan selamat pada musuhku saat melihatnya
Agar dapat menangkal kejahatannya dengan ucapan-ucapan selamat tersebut
Manusia yang paling nampak bagi seseorang adalah yang paling dibencinya
Sebagaimana rasa cinta telah menyumbat hatiku
Manusia itu penyakit dan penyakit manusia adalah kedekatan dengan mereka
Namun mengasingkan mereka adalah pula memutus kasih sayang
Tawadlu’, Wara’ Dan ‘ibadahnya
Imam asy-Syafi’i terkenal dengan ketawadlu’an (kerendahan diri)-nya dan ketundukannya pada kebenaran. Hal ini dibuktikan dengan pengajiannya dan pergaulannya dengan teman sejawat, murid-murid dan orang-orang lain. Demikian juga, para ulama dari kalangan ahli fiqih, ushul, hadits dan bahasa sepakat atas keamanahan, keadilan, kezuhudan, kewara’an, ketakwaan dan ketinggian martabatnya.
Sekali pun demikian agungnya beliau dari sisi ilmu, ahli debat, amanah dan hanya mencari kebenaran, namun hal itu semua bukan karena ingin dipandang dan tersohor. Karena itu, masih terduplikasi dalam memori sejarah ucapannya yang amat masyhur, “Tidaklah aku berdebat dengan seseorang melainkan aku tidak peduli apakah Allah menjelaskan kebenaran atas lisannya atau lisanku.”
Sampai-sampai saking hormatnya Imam Ahmad kepada gurunya, asy-Syafi’i ini; ketika ia ditanya oleh anaknya tentang gurunya tersebut, “Siapa sih asy-Syafi’i itu hingga ayahanda memperbanyak doa untuknya?” ia menjawab, “Imam asy-Syafi’i ibarat matahari bagi siang hari dan ibarat kesehatan bagi manusia; maka lihat, apakah bagi keduanya ini ada penggantinya.?”
Imam asy-Syafi’i seorang yang faqih bagi dirinya, banyak akalnya, benar pandangan dan fikirnya, ahli ibadah dan dzikir. Beliau amat mencintai ilmu, sampai-sampai ia berkata, “Menuntut ilmu lebih afdlal daripada shalat sunnat.”
Sekali pun demikian, ar-Rabi’ bin Sualaiman, muridnya meriwayatkan bahwasanya ia selalu shalat malam hingga wafat dan setiap malam satu kali khatam al-Qur’an.
Ad-Dzahabi di dalam kitabnya Siyar an-Nubalaa` meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman yang berkata, “Imam asy-Syafi’i membagi-bagi malamnya; sepertiga pertama untuk menulis, sepertiga kedua untuk shalat dan sepertiga ketiga untuk tidur.”
Menambahi ucapan ar-Rabi’ tersebut, Adz-Dzahabi berkata, “Tentunya, ketiga pekerjaan itu hendaknya dilakukan dengan niat.”
Ya, Imam adz-Dzahabi benar sebab niat merupakan ciri kelakuan para ulama. Bila ilmu membuahkan perbuatan, maka ia akan meletakkan pelakunya di atas jalan keselamatan.
Betapa kita sekarang-sekarang ini lebih berhajat kepada para ulama yang bekerja (‘amiliin), yang tulus (shadiqiin) dan ahli ibadah (‘abidiin), yang menjadi tumpuan umat di dalam menghadapi berbagai problematika yang begitu banyaknya, La hawla wa la quwwata illa billaah.
Imam asy-Syafi’i tetap tinggal di Mesir dan tidak pergi lagi dari sana. Beliau mengisi pengajian yang dikerubuti oleh para muridnya hingga beliau menemui Rabbnya pada tanggal 30 Rajab tahun 204 H.
Alangkah indah isi bait Ratsâ` (sya’ir mengenang jasa baik orang sudah meninggal dunia) yang dikarang Muhammad bin Duraid, awalnya berbunyi,
Tidakkah engkau lihat peninggalan Ibn Idris (asy-Syafi’i) setelahnya
Dalil-dalilnya mengenai berbagai problematika begitu berkilauan
Untuk lebih mendalami sejarah hidup Imam Syafi’i harap merujuk kepada kitab-kitab berikut ini :
- asy-Syafi’i; Malaamih Wa Atsar Fi Dzikra Wafaatih karya Ahmad Tamam
- I’tiqaad A`immah as-Salaf Ahl al-Hadits karya Dr.Muhammad ‘Abdurrahman al-Khumais
- Mawsuu’ah al-Mawrid al-Hadiitsah
- Al-Imam asy-Syafi’i Syaa’iran karya Muhammad Khumais
- Diiwaan al-Imam asy-Syafi’i, terbitan al-Hai`ah al-Mishriiyyah Li al-Kitaab
- Qiyaam asy-Syafi’i (Thariqul Islam)
- Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi’i karya Dr.Muhammad al-‘Aqil, penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi’i

Jumat, 11 Maret 2011

program kerja depkominfo


PROGRAM KERJA DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMASI
FAKULTAS TARBIYAH
2011


1. NEWS
 Penerbitan Majalah BEM(press release, profile BEM, Intervew tokoh/updating berita, dll)
Tujuanya Mensosialisasikan informasi kampus sekaligus pencitraan BEM kepada mahasiswa fakultas tarbiyah khususnya dan mahasiswa fakultas yang lain umumnya, sasaranya Masyarakat kampus dan umum targetnya Tersosialisasikanya info-info kegiiatan kampus. Majalah diterbitkan maksimal 1 bulan sekali

2.CREATIVE IDEA
a) Pembuatan madding fakultas tarbiyah
b) Kotak saran
c) Blog/Website
Tujuanya adalah memberikan informasi kegiatan BEM dan kampus kepada masyarakat kampus dan umum melalui media informasi yang ada serta tersosialisasikanya BEM pada ranah masyarakat luas (internal dan eksternal kampus) melalui dunia maya sasaranya Seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat, target tersosialisasikanya informasi BEM dan kampus.

3. ROAD SHOW
a) Kunjungan media
b) Jaring Tokoh
bentuk kegiatanya menambah jaringan BEM dan mendapatkan informasi melalui dunia media elektronik/ cetak serta mencari data base para tokoh terkemuka kantor media cetak dan elektronik,dosen, pejabat, karyawan, tokoh, ulama, dll.
tujuanya menambah jaringan BEM, menguasai dunia teknologi dan komunikasi, Mampu dalam pendekatan dan melebarkan informasi dan komunikasi diluar.

4. SELF UPGRADING
Bentuk kegiatanya adalah Training Jurnalistik yang bertujuan memberi bekal pada mahasiswa tentang dunia jurnalistik.

5. PENDATAAN KEGIATAN
bentuk kegiatanya Pendokumentasian aneka kegiatan BEM (foto/film) dan mengarsipkan seluruh kegiatan BEM, mensosialisasikan kegiatan BEM pada mahasiswa dan masyarakat Serta terdokumentsikanya seluruh kegiatan BEM. Targetnya terdatanya kegiatan BEM.

Rabu, 09 Maret 2011

Liverpool FC - You will never walk alone.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Liverpool FC - You will never walk alone.mp3

Liverpool FC - You will never walk alone.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/L1-5texe/Liverpool_FC_-_You_will_never_.html" target="_blank">Liverpool FC - You will never walk alone.mp3</a> ini adalah lagu yang dinyanyikan oleh suporter liverpool dalam final liga champions melawan AC Milan. ketika itu liverpool tertinggal 3-0 pada babak pertama, tapi pada babak kedua liverpool mampu menyamakan kedudukan menjadi 3-3. akhirnya liverpool bisa mengalahkan milan melalui adu penalti. dan akhirnya trofi liga champions beralih menuju ke Anfield stadium markas Liverpool, itu semua tidak luput dari dukungan para liverpudlian yang terus-menerus menyanyikan lagu ini sampai pertandingan selesai.

Padi - Sahabat Selamanya.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Padi - Sahabat Selamanya.mp3

Padi - Sahabat Selamanya.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/r4C44Tqw/Padi_-_Sahabat_Selamanya.html" target="_blank">Padi - Sahabat Selamanya.mp3</a>

Kamis, 17 Februari 2011

IMAMAH VERSI SYI'AH

PRINSIP SYI'AH TENTANG IMAMAH bag. 2

1. Para imam memiliki sifat ma'shum (tidak pernah berbuat kesalahan)


Di dalam kitab Mizanul Hikmah 1/174, muhammad Ar Rayyi Asy Syahri menyebutkan bahwa salah satu syarat imamah dan kekhususan imam yaitu: "Telah diketahui bahwa dia adalah seorang yang ma'shum dari seluruh dosa, baik dosa kecil maupun besar, tidak tergelincir di dalam berfatwa, tidak salah dalam menjawab, tidak lalai dan lupa serta tidak lengah dengan satu perkara dunia pun."Disebutkan dalam Ushulul Kaafi bahwa Imam Ja'far Ash Shadiq berkata: "Kami adalah gudang ilmunya Allah dan kami penerjemah perintah Allah serta kami kaum yang ma'shum. Diwajibkan taat kepada kami, dan dilarang menyelisihi kami dan kami menjadi saksi atas perbuatan manusia di langit dan di atas bumi." (Ushulul Kaafi hal 165)

2. Para imam mengetahui perkara yang ghaib

Al Majlisi di dalam kitab Biharul Anwar 26/109 menulis sebuah bab yaitu: "Bab: Bahwa mereka (para imam) tidak terhalangi untuk mengetahui perkara ghaib di langit dan di bumi, jannah dan jahannam. Seluruh perbendaharaan langit dan bumi diperlihatkan kepada mereka dan mereka pun mengetahui apa yang terjadi dan akan terjadi sampai hari kiamat."

3. Para imam memiliki sejumblah hukum syariat yang tidak di ketahui umat islam


Di dalam Ushulul Kaafi 1/192, Al Kulani menyebutkan bahwa setelah meninggalnya Nabi, sebenarnya pensyariatan hukum itu belum sempurna. Bahkan sejumblah syariat diwasiatkan rosul kepada Ali. Kemudian Ali menyampaikan sebagiannya sesuai dengan masanya. sampai akhirnya beliau wasiatkan kepada imam selanjutnya. Demikian seterusnya sampai imam yang masih bersembunyi (Imam Mahdi).

4. Para imam akan bangkit setelah kematiannya untuk menegakkan hukum had di muka bumi sebelum hari kiamat (Aqidah Raj'ah)


Raj'ah- semacam reinkarnasi- yaitu kembali hidup dari kematian sebelum hari kiamat. Raj'ah akan dialami oleh imam terakhir mereka yang disebut dengan "Al Qaim", dan keluar dari sirdap (tempat persembunyian) dan akan menyembelih semua lawan politiknya dan akan mengembalikan kepada orang-orang syi'ah hak-hak mereka yang telah dirampas oleh kelompok-kelompok lain sepanjang abad (Al-khutut Al-'aridah, Muhibuddin Al Khatib). Al Murtadha mengatakan dalam bukunya Al Masail An Nashiriah, "Bahawa Abu Bakar, umar, akan disalib di sebuah pohon, di masa bangkitnya Al Mahdi imam mereka yang ke-12 yang dijuluki Qa'im Alu Muhammad, dimana pohon itu masih hidup dan masih segar sebelum dipakai menyalib dan akan mengering dan mati setelah digunakan untuk penyaliban (Awailu Maqalat, Al Mufid-seorang ulama syiah-).

IMAMAH VERSI SYI'AH

PRINSIP SYI'AH TENTANG IMAMAH bag 1

1. Keimamahan itu ditetapkan dengan nash dari Allah dan rosul

Dalam hal ini mereka tidak segan-segan menetapkan nash-nash palsu yang telah direkayasa. diantaranya apa yang terdapat didalam kitab Al Amaali hal.586 karya Abu Ja'far bin Babuyah Al Qummi bahwa nabi pernah bersabda: "Allah melaknat orang-orang yang menyelisihi ali...Ali adalah seorang imam... dia adalah khalifah setelahku... barang siapa mendahului Ali maka dia telah mendahului (kenabian)-ku dan barang siapa yang berpisah darinya maka dia telah berpisah dariku." Atas dasar inilah mereka mengklaim Abubakar, Umar dan Usman sebagai perampas kekuasaan.

2. Imamah merupakan pokok terpenting dalam rukun Islam

Al Kulaini dalam kitab Al Kafi fil Ushul 2/18 dari Zurarah dari Abu Ja'far..., beliau berkata: "islam itu dibangun diatas 5 perkara... shalat, zakat, haji, puasa:, dan imamah, Zurarah bertanya: "mana yang paling utama?" Abu Ja'far menjawab: Imamah yang paling utama."
Di dalam Ashlusy Syi'ah wa Ushuliha hal. 49 karya muhammad husain Al Ghita', dia menegskan bahwa imamah merupakan rukun ke-enam dari rukun-rukun islam.

3. Seseorang yang tidak meyakini imamah sebagaimana keyakinan syi'ah Rafidhah maka dia kafir

Di dalam Al Amaali hal. 586 disebutkan bahwa Ibnu Abbas (padahal orang syi'ah mencacinya) berkata: "Rasulullah bersabda: "Barang siapa mengingkari keimanan Ali setelahku maka dia seperti orang yang mengingkari kenabian semasa hidupku. Dan barang siapa yang mengingkari kenabianku maka dia seperti orang yang mengingkari ketuhanan Allah."

4. Kedudukan para imam lebih tinggi daripada kedudukan para nabi dan malaikat

Al Khumaini di dalam kitab Al Hukumah Al Islamiyah hal. 52 berkata: "Bahwasanya kedudukan imam tersebut tidak bisa dicapai malaikat yang dekat dengan Allah dan tidak pula bisa dicapai seorang nabi yang diutus sekalipun."

Selasa, 15 Februari 2011

syair-syair arab

Jangan berbicara tanpa ‘ilmu / tanpa dalil

Apabila pondasi (akar)nya tidak kuat
Maka cabangnya pun akan demikian sepanjang masa
Jika para pendakwa tidak menopang dalilnya dengan argumentasi
Maka dia berada di atas selemah-lemahnya dalil
Para pendakwa yang tidak menopang dakwaannya dengan argumentasi
Maka dia hanyalah para pendakwa belaka

Memaksa

Apabila tidak ada yang lain melainkan hanya tombak untuk dikendarai
Maka tidak ada jalan lain bagi yang terpaksa kecuali menaikinya.

Bodoh

Semoga Alloh melindungi dari bidikan anak panah mereka
Sungguh naïf orang yang membidikkan anak panahnya ke bulan
Mereka berucap suatu ucapan yang mereka sendiri tidak memahaminya
Dan bila dikatakan: “buktikanlah!” maka mereka tidak mampu membuktikannya


Saat Selesai Menulis

Ketika saya menulis saya yakin
Bahwa tanganku akan binasa sedang tulisanku kekal
Dan saya tahu bahwa Alloh pasti akan menanyaiku
Aduhai, apakah nanti jawabnya

Curang / Standard Ganda

Apakah pohon besar itu haram bagi burung bulbul
Tetapi halal bagi burung jenis lainnya


Jangan Mencari Masalah

Bila rumahmu terbuat dari kaca
Maka jangan lempari rumah orang lain dengan batu

Jika Selalu Salah Faham

Berapa banyak orang yang mencela ucapan yang benar
Sebabnya karena pemahaman yang salah/buruk
Seandainya kamu faham ucapanku niscaya kamu akan memaafkanku
Atau aku mengetahui ucapanmu maka aku mengkritikmu
Tetapi engkau tidak faham ucapanku sehingga mencelaku
Dan aku tahu bahwa kamu tidak faham maka aku memaafkanmu
Tugasku adalah mengukir bait-bait syair dari sumbernya
Dan bukanlah tugasku jika sapi itu tidak paham


Dusta


“Maha Suci Allah, Ini sungguh adalah suatu kedustaan yang besar.”
Di sisi kalian dusta itu sangat murah harganya
Tanpa ditakar dan ditimbang mereka menghamburkannya

Jika Tidak Mengerti (Bingung)


Apabila engkau tidak melihat bulan sabit maka serahkanlah
Kepada manusia yang melihatnya dengan mata kepala
Janganlah engkau menyelam ke suatu pembicaraan
yang engkau tidak berhak mendengarkannya
Kijang itu begitu banyak di hadapan Khirasy (sebangsa serigala)
Sehingga dia tidak tahu mana yang harus diburu terlebih dahulu
Waktu akan menampakkan apa yang tidak kamu ketahui
Dan datang memberimu berita tentang apa yang tak kamu ketahui
Setiap ucapan ada tempatnya, dan setiap tempat ada ucapannya tersendiri


Tidak Sejalan


Dia berjalan ke timur dan aku berjalan ke barat
Aduhai alangkah jauhnya timur dan barat
Dia berjalan ke arah timur dan aku berjalan ke arah barat
Kapankah akan bertemu yang ke timur dengan yang ke barat ?!
Semua mengaku-ngaku punya hubungan dengan Laila
Namun Laila memungkiri semua pengaku-akuan itu
Pedang itu tidak memuji setiap orang yang membawanya
Cukuplah bagi kalian perbedaan diantara kita
Dan setiap bejana memercikkan isinya

Menolak Kebenaran


Pandangan simpati menutup segala cela
Sebagaimana pandangan benci menampakkan segala cacat
Barangsiapa yang merasa sakit mulutnya
Niscaya air yang tawar akan terasa pahit baginya
Jika engkau tidak tahu maka ini musibah
Dan apabila engkau tahu maka musibahnya lebih parah
Jika engkau tidak tahu maka ini musibah
Dan apabila engkau tahu maka musibahnya lebih parah
Betapa banyak buku yang telah kubaca
Kukatakan di dalam hati, semuanya kubenarkan
Kemudian tatkala kutelaah untuk kali kedua
Kutemui kesalahan maka kubenahi (agar benar)

Mencela Ulama Ahlus Sunnah

“Ketahuilah semoga engkau dirahmati Alloh, bahwa daging para ulama itu beracun”
Jaga lidahmu untuk berujar dari petaka
Sebab petaka itu bergantung pada ucapan

Tempuhlah Jalan Keselamatan

Kau dambakan keselamatan, tapi engkau tak menempuh jalurnya
Sungguh bahtera tak kan pernah berlayar di daratan
Kebenaran itu akan menang dan mendapat ujian,
maka janganlah heran, sebab ini adalah sunnah ar-Rahman (sunnatullah)

Tergesa-gesa

“Barang siapa yang tergesa-gesa ingin memetik sesuatu sebelum saatnya,
niscaya ia akan dihukumi dengan kegagalan mendapatkannya.”


Jangan Ikuti Hawa Nafsu

Hawa nafsu itu bagaikan anak kecil, bila kau manjakan maka sampai besar
ia akan terus senang menyusu dan bila kau hentikan maka akan berhenti

Nasehat Ibnu Qayyim



“Apabila seorang mukmin menghendaki supaya Alloh menganugerahinya bashiroh (ilmu yang mendalam) di dalam agama, pengetahuan akan sunnah Rasul-Nya dan pemahaman akan kitab-Nya dan diperlihatkan hawa nafsu, bid’ah, kesesatan dan jauhnya manusia dari shirothol mustaqim, jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam dan para sahabatnya. Apabila ia menghendaki untuk menempuh jalan ini, maka hendaklah ia persiapkan dirinya untuk dicemooh oleh orang-orang bodoh dan ahlul bid’ah, dicela, dihina dan ditahdzir oleh mereka. Sebagaimana pendahulu mereka melakukannya kepada panutan dan imam kita Shallallahu ‘alaihi wa Salam.
Adapun apabila ia menyeru kepada hal ini dan mencemooh apa-apa yang ada pada mereka, maka mereka akan murka dan membuat makar kepadanya…
Sehingga dirinya menjadi orang yang :
Asing di dalam agamanya dikarenakan rusaknya agama mereka
Asing di dalam berpegangteguhnya ia kepada sunnah dikarenakan berpegangnya mereka dengan kebid’ahan
Asing di dalam aqidahnya dikarenakan rusaknya aqidah mereka
Asing di dalam sholatnya dikarenakan rusaknya sholat mereka
Asing di dalam manhajnya dikarenakan sesat dan rusaknya manhaj mereka
Asing di dalam penisbatannya dikarenakan berbedanya penisbatan mereka dengannya
Asing di dalam pergaulannya terhadap mereka dikarenakan ia mempergauli mereka di atas apa yang tidak disenangi hawa nafsu mereka
Kesimpulannya: ia adalah orang yang asing di dalam urusan dunia dan akhiratnya, yang masyarakat tidak ada yang mau menolong dan membantunya.
Karena dirinya adalah :
Seorang yang berilmu di tengah-tengah orang yang bodoh
Penganut sunnah di tengah-tengah pelaku bid’ah
Penyeru kepada Alloh dan Rasul-Nya di tengah-tengah penyeru hawa nafsu dan bid’ah
Penyeru kepada yang ma’ruf dan pencegah dari yang mungkar di tengah-tengah kaum yang menganggap suatu hal yang ma’ruf sebagai kemungkaran dan suatu hal yang mungkar sebagai ma’ruf.”